Saturday, July 30, 2011

Curcol KKN #1 (Episode Pindahan)

Riwehnya Pindahan untuk 3 Bulan Pengabdian di Tuba Udik
~ Tri Lego Indah F N~

H-1, ketika teman-temanku telah beres packing semua persiapan untuk pindahan, aku malah sibuk dengan lepitaku. Ya, karena hari ini adalah hari terakhirku ber hahahihi dengan teman-teman di dumay (dunia maya, red). Haru, menyelimuti perpisahanku dengan sahabat dumayers. Walaupun belum pernah kopdar langsung, tapi kami merasa begitu dekat. Tiga bulan bukan waktu yang sebentar untuk aku bisa kembali menyambangi sahabat-sahabatku, sekalipun menyapa mereka di depan layar netbukku.

Ketika sedang asyik berselancar di dunia perfban, peluk sana peluk sini, ngasih tissue sana sini, tiba-tiba jaringan internetku ngehang. DAMN, sambungan internetku terputus, dan aku hanya bisa menatap pilu layar monitorku yang berkedip-kedip nakal di depanku. Ku tekan paksa tombol power hingga terdengar bunyi klik, tanda lepita berhasil ku matikan paksa. Baru saja aku akan menutup lepitaku, hapeku berdering. SMS jarkom. Refleks, pandangan mataku mengarah ke jam dinding. Masyaallah, sudah pukul 23:00, aku belum packing apapun. Sedangkan besok, dijadwalkan keberangkatan kkn kloter 2- setelah kloter 1 berangkat 1 hari sebelumnya, kloter 2 akan berangkat pukul 05:30 tepat.

Gupek mulai melanda. Pakaian, jilbab, buku sama sekali belum ku packing. Maklum, 5 hari pembekalan dari pagi hingga sore hari membuatku kelelahan, hingga rencana mencicil packing tak jua terlaksana. Dan pada akhirnya, aku harus berjuang packing di beberapa jam yang tersisa, menjelang keberangkatan. Pertanda bahwa aku akan kehilangan jatah tidurku hari ini.

Pukul 03:30 dini hari, packing baju sudah selesai. Buku-bukupun juga sudah rapi tersusun di koper. Segera aku berpindah menyiapkan berkas-berkas yang perlu ku bawa ke sana. Ya, berkas paling penting yang menjadi ‘nyawa’ kami saat berada di tempat baru kami nanti. Tanpa surat pengantar dari universitas, bisa-bisa kami diusir mentah-mentah dari sana.

Persiapan sudah selesai. Mataku sibuk meneliti satu persatu barang bawaanku. Satu koper, 2 tas gendong, dan satu plastik besar. Cukup banyak juga ternyata barang bawaanku. Maklumlah, aku akan bermukim di tempat yang baru selama 3 bulan lamanya.

**

Lelah begitu tak mampu ku tolak. Aku terperanjat ketika dering telpon memekik tepat di telingaku. “Ibuku Tersayang calling”, tepat pukul 05:00 pagi. Ternyata aku tertidur 30 menit yang lalu. Untung ibuku menelpon, hingga aku masih punya waktu untuk shalat subuh dan mandi. Tepat pukul 05:20, Epri menyusulku. Epri - mantan tetangga kamar kost ku-dulu satu kosan, tapi sekarang sudah pindah kosan, ku mintai tolong untuk membantuku mengangkut barang bawaanku. Dengan masih diselimuti embun tebal, kami berdua meluncur menuju GSG. Di sana, sudah ramai teman-teman dari seluruh fakultas. Rata-rata mereka diantar oleh orang tua masing-masing menggunakan kendaraan pribadi. Maklumlah, agenda KKN adalah agenda yang kembali digulirkan universitas setelah 10 tahun yang lalu dihentikan. Dan kamilah generasi ke dua yang akan diterjunkan ke masyarakat, mengabdi di desa-desa terpencil di 43 kecamatan di 9 kabupaten yang ada di propinsi Lampung. Bagai dilepas ke medan peperangan, ku lihat, teman-temanku saling bertangisan ketika berpamitan dengan orang tua masing-masing. Sesaat, akupun ikut terjebak dalam suasana mengharu biru, walaupun aku hanya bisa dihantar lewat do’a dan petuah via sambungan telepon dengan orangtuaku, leleh juga bulir bening membasahi pipiku.

**

Setelah berterimakasih kepada Epri, gegas aku menghubungi rekan-rekan satu kelompokku. Alpes, kebetulan sudah sampai duluan sekitar 15 menit yang lalu. Segera, Alpes memastikan keberadaan posisiku. Maklumlah, 2.415 mahasiswa tumpah ruah di sekitar GSG, sehingga, kami agak kesulitan untuk bisa bertemu sesama anggota kelompok.

“Di bawah tiang bendera depan perpus”, sms Alpes memberitahuku. Gegas, aku menuju ke sana. Baru ada Alpes dan Ehwanto. Sepuluh menit kemudian baru Win, Rona, Dewi, Endah, Dwinta dan the last one Dini dan Melisa datang. Lengkap sudah anggota kelompok kami. Tak banyak kata. Kami, masih sama-sama diam. Entah efek lapar, kedinginan, atau masih mengantuk. Yang jelas, aku sedang tidak berselera untuk membuka pembicaraan.

Bis ternyata banyak yang terlambat datang. Hingga, satu jam sudah kami menunggu. Pukul 06:30 baru kami dikomando untuk bersigap masuk ke bis masing-masing. Sayang, bis yang akan mengangkut aku dan teman-teman sekelompok, berada di sebelah barat GSG, atau lebih tepatnya berjarak 500 meter dari tempat kami berkumpul sekarang. Dengan berusaha sabar, kami menyeret koper, dan menggendong tas-tas ransel kami menuju ke bis 1 Tuba Udik. Dengan peluh yang membanjir, akhirnya sampai juga kami ke bis. Segera kami saling bantu membantu memasukkan koper-koper kami ke bagasi, dan membawa tas seperlunya ke dalam bis. Setelah semua beres, semua anggota kelompok masuk ke dalam bis. Pukul 07:00 tepat, bis mulai melaju meninggalkan kota Bandar Lampung, menuju daerah tujuan masing-masing. Tentu saja, mobil yang kami tumpangi segera melaju menuju kabupaten Tulang Bawang Barat untuk ceremonial penyambutan 400 mahasiswa KKN Unila yang akan bermukim di 6 kecamatan di kabupaten Tulang Bawang Barat - kabupaten yang genap berusia 2 tahun, kabupaten baru hasil pemekaran dari kabupaten Tulang Bawang.

Selesai upacara, kami segera melaju menuju kecamatan dan desa tempat kami akan mengabdikan diri. Setelah mobil sempat berputar-putar, karena badan jalan yang sempit hingga tak bisa dilewati oleh bis besar kami, akhirnya bis bisa juga masuk ke daerah Tulang Bawang Udik. ‘Udik’, satu kata yang tersemat di belakang kata Tulang Bawang, membuatku terbayang dengan suasana desa yang begitu jauh dari peradaban. Tapi, kembali aku menepis segala kegelisahanku dan mengembalikan niatan awalku, bahwa dimanapun ditempatkan, aku akan siap untuk mengabdikan diri di masyarakat. Seperti yang diamanatkan universitas kepada kami semua, mahasiswa KKN.

**

Kecamatan Tulang Bawang Udik, terdiri dari 9 desa. Salah satunya yaitu desa Marga Kencana. Desa yang menjadi tempat mukimku dengan ke 9 kawan baruku yang kini sekelompok denganku. Kami bersepuluh di tempatkan di rumah bapak kepala kampung. Ya, kami disambut oleh bapak kepala kampung dan sekretaris kampung ketika sampai di depan rumah. Koper-koper kami sontak memenuhi halaman rumah bapak kepala kampung.

Setelah sedikit berkenalan dan ngobrol dengan bapak kepala kampung, kami dengan diantar ibu kepala kampung, menuju kamar yang akan kami tinggali selama berada di Marga Kencana. Tiga rekan pria kami (Ehwanto, Alpes, dan Win) diberikan kamar depan, bersebelahan dengan ruang tamu. Dan kami bertujuh para anak gadis, diberikan kamar paling belakang yang sepertinya memang baru selesai dibangun. Kamar kosong mlompong, tak ada barang apapun di kamar itu. Mungkin lebih tepatnya, bangunan untuk calon gudang. Kami bertujuh hanya saling memandang, dan ketiga rekan pria kami hanya bisa tertawa cekikan, melihat derita kami. Harus tidur bertujuh dalam 1 ruangan. Ruangan tidur kami bersebelahan dengan dapur, dan kandang ayam. Depan kamar kami pas, tempat untuk menjemur baju. Sebelah kanan tempat tidur kami adalah kebun cabai milik tetangga bapak kepala kampung, dan di belakang kamar kami, ada rawa yang mirip danau, tepat sebelah kandang ayam. Entahlah, serasa di bumi perkemahan, ataupun tempat pelatihan semacam pesantren kilat, yang jelas, meski bukan hanya aku yang shock, namun, aku tak mau menunjukkan ekspresi keterkejutanku dihadapan ke 9 teman-temanku. Aku berusaha bersikap biasa.

**

Hari pertama di Marga Kencana. Kamar kami bertujuh sesak dengan koper dan tas-tas yang kami bawa. Sesaat kami berembug menata kamar agar kami bisa berbagi tempat dengan koper-koper kami. Selesai berembug, kami saling bagi tugas. Melisa, Dini dan Endah menata ruang kamar, sedangkan Aku, Dewi, Rona dan Dwinta membersihkan teras depan kamar kami yang penuh dengan kotoran ayam yang melintas bebas di teras depan kamar kami.

Malam pertamapun, kami bertujuh harus bisa berbagi tempat untuk sekedar meluruskan punggung. Tak lagi mau banyak berkomentar, tubuhku yang lelah memaksaku untuk tidur lebih cepat, selesai shalat isya’, kantukku tak lagi bisa tertahankan. Aku tertidur dengan masih memakai mukena. ^_*

**

Sembilan hari sudah, kami bermukim di rumah bapak kepala kampung. Pemilik rumah sangat baik terhadap kami. Tapi, nampaknya gelagat ketidaknyamanan kami berada di rumah bapak kepala kampung terbaca juga oleh beliau. Sehingga, bapak seringkali menanyaiku apakah kerasan atau tidak berada di rumah beliau. Mengingat kami bertujuh yang terlihat begitu bertumpuk berada dalam satu kamar.

Sebenarnya bagiku tidak begitu bermasalah untuk masalah tempat, hanya saja untuk mobile ke tempat kami mengajar lumayan jauh, sekitar 5 km, apalagi untuk mobile ke sana, kami hanya punya 1 motor. Setiap hari harus diunjal, rasanya capek juga. Nebeng anak murid, kami juga harus tebal muka. Dihantar terus oleh bapak kepala kampung juga akan sangat merepotkan, apalagi bapak kepala kampung juga punya urusan yang tak kalah penting dari sekedar mengantar kami. Meski bapak sangat bertanggung jawab, tapi kami benar-benar tak ingin terlalu banyak merepotkan beliau.

Tepat hari pertama masuk sekolah, tanggal 11 Juli 2011, kepala sekolah mengumpulkan kami bersepuluh. Menanyakan kondisi kami selama sebelas hari bermukim di Marga Kencana. Dan beliau menawarkan untuk kami menempati rumah kosong yang ada tepat di belakang sekolahan. Wajah kami seketika sumringah. Pak Slumun- kepala SMP N 1 Tulang Bawang Udik, menyarankan kepada kami untuk menengok rumah yang beliau tawarkan kepada kami. Selesai mengajar, gegas kami bersepuluh diantar oleh bu Tari-pemilik rumah, untuk meninjau bakal tempat tinggal kami nanti.

Yang terbayang di otak kami adalah rumah bagus dengan berbagai fasilitas yang lebih baik. Apalagi ketika tahu rumah yang ada persis di belakang kantin sekolahan adalah rumah bercat hijau yang lumayan bagus. Tapi ternyata...., itu adalah rumah baru bu Tari. Dan rumah yang ditawarkan kepada kami adalah rumah di sebelahnya. Oh My God!, sontak kami semua terkejut. Bangunan tua, yang lebih mirip rumah misteri untuk syuting misteri dua dunia. Dan kami semua sepakat untuk menolak tawaran tinggal di rumah itu. Dengan berusaha tidak membuat tersinggung sang pemilik rumah, kami menolak secara halus tawaran tinggal di rumah tersebut.

Dalam kondisi yang masih diliputi kelelahan ditambah shock berat, salah satu anggota kelompok kami, Melisa, tiba-tiba teringat saat silaturahmi ke tempat bu Ana- salah satu pengurus Komunitas Buta Aksara, bahwa bu Ana menawari tempat tinggal yang tak jauh dari sekolah tempat kami mengajar. Segera, kami beramai-ramai menuju rumah bu Ana. Ternyata bu Ana sedang ada rapat di Pulung Kencana. Terpaksa, kami harus menunggu selama kurang lebih satu jam setengah di rumah beliau. Akhirnya, bu Ana datang juga. Selesai berberes, bu Ana segera menemui kami. Suasana berubah menjadi semi formal. Setelah menyampaikan maksud dan tujuan kami datang, bu Ana segera meminta kepada pak Kirno-suami bu Ana, untuk membawa kami ke rumah yang beliau tawarkan. Dari situ baru kami ketahui rumah itu adalah rumah kosong yang dahulu dihuni oleh pak Kris-mantan calon lurah, rival dari pak Nuredi-kepala kampung yang rumahnya sempat kami tinggali kemarin.

Setelah survey rumah yang ditawarkan bu Ana, meskipun lelah begitu mendera, namun kami bisa tersenyum lega. Walaupun kosong mlompong tapi rumah ini lumayan bagus dan bersih. Kendati tidak dihuni, namun rumah ini begitu terawat. Karena ada pembantu yang setiap siang hari membersihkan rumah. Kami langsung acc untuk besok malam segera pindahan ke rumah baru ini. Selesai urusan rumah baru, kami segera bergegas pulang ke rumah Bapak Kepala Kampung.

Pagi harinya kami masih ke sekolah. Mengajar seperti biasa. Tapi, muka-muka cerah baru ku temukan hari ini. Semua sumringah, mengingat malam nanti kami akan pindah rumah.

Siang hari sepulang sekolah, teman-teman sekelompok sudah banyak yang bersiap untuk packing. Sementara Aku, Endah, Dini, Dwinta dan Rona segera bergegas untuk mengisi bimbel matematika di mushala al ikhlas. Selesai ngebimbel, baru kami semua berkemas-kemas.

Pukul 21:00 pak Nuredi telah siap memboyong kami dengan mobil pick up. Barang-barang kami penuh, layaknya pindahan rumah betulan. Haru, menyelimuti relung hatiku. Berpisah dengan ibu kepala kampung dan bapak kepala kampung. Seperti melepas anak sendiri, kami dibekali beras, kasur, peralatan masak, dan keperluan pindahan lainnya. Setelah selesai berpamitan dengan ibu kepala kampung, kami masuk ke mobil dan segera melaju menuju rumah baru.

Lega, akhirnya sampai juga di rumah baru. Rumah yang akan kami huni hingga akhir tugas pengabdian kami, 30 September 2011. Aku berharap, dan mungkin juga harapan kami semua, setelah ini kami bisa kemudian fokus ke tugas awal kami, tugas pengabdian. Sehingga, waktu kami tiga bulan di sini tidak tersita hanya untuk mengurusi masalah tempat tinggal yang tidak selesai-selesai untuk dibahas. Untuk itu, kepada siapapun yang kelak akan mengalami hal yang sama denganku, yaitu tugas KKN, secara pribadi belajar dari pengalamanku sendiri aku ingin membagi saran untuk kalian.

1. Usahakan survey dahulu tempat yang akan menjadi tempat dirimu ditugaskan kelak. Sehingga, setelah survey, kamu akan tahu gambaran kondisi di sana. Segera tanyakan ke warga setempat, ada atau tidak rumah yang bisa dijadikan kos-kosan ketika kamu akan bertugas di sana. (Mengantisipasi ketika kepala desa/kepala kampung berkeberatan untuk rumahnya ditinggali mahasiswa KKN). Ini juga sangat penting, mengingat beberapa teman di kecamatan lain harus terlunta-lunta karena kepala kampung di kecamatan lain tidak berkenan rumahnya ditinggali mahasiswa KKN.

2. Survey juga penting untuk mengetahui gambaran kondisi di sana. Dengan mengetahui gambaran kondisi di sana, maka, kita bisa mempersiapkan apa-apa saja yang sekiranya susah kita peroleh di sana. Sehingga bisa kita bawa dari sini.

3. Usahakan, packing jangan menjelang hari H, maksimal 5 hari sebelum hari H, sudah menyicil untuk packing. Sehingga, ketika mendekati hari H, kita cukup mengecek apa-apa saja yang kurang. (Jangan seperti pengalaman yang saya tulis di atas ya ^_^, yang ada kamu akan sangat kelelahan, jika packing di hari H).

4. Surat-surat penting, berkas-berkas, masukkan di dalam map plastik, agar tidak mudah kumal. Masukkan di tas yang mudah untuk diingat. Usahakan tidak sering mengecheck surat-surat, karena semakin sering dicheck, dikhawatirkan surat-surat akan bercecer dan jadi berpindah tempat.

5. Persiapkan uang cash, karena dikhawatirkan tidak ada fasilitas ATM (apalagi di desa terpencil). Simpan uang cash di berbagai tempat rahasia yang hanya kamu yang tahu.

Demikian kisahku, kisah pindahan dalam rangka tugas pengabdian. Meskipun hanya 3 bulan, namun repotnya sudah melebihi pindahan rumah orang yang berkeluarga  . Semoga pengalaman pribadiku beserta tips yang ku tulis bermanfaat bagi siapapun pembacanya. Terutama, anda yang akan menjalani KKN seperti yang sedang ku jalani saat ini.


Ditulis. di Bandar Lampung, 30 Juli 2011
saat izin pulang jelang ramadhan
pukul 11: 29 wib

0 comments:

Post a Comment

Tinggalkan jejak ya setelah berkunjung :)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons