Saturday, July 30, 2011

Cerpen Misteri Perdanaku ^^

Kenapa Kau Harus Mati ?
~Tri Lego Indah~

Angin malam berkesiur. Dingin menyergap menusuk ke pori-pori. Entah di mana aku kini. Suasana begitu asing. Seperti berada di suatu tempat yang tak ku kenal. Pepohonan rapat membuat semua gelap. Di tengah kebingungan itu sesuatu tiba-tiba tertangkap oleh mataku. Sesosok manusia! Ia seperti...

“Kadir?!” ragu-ragu menyapa.

Sosok itu membalikkan tubuh. Wajah Kadir terlukis di sana, tapi ah, sepertinya ada yang salah. Kenapa wajah itu demikian pucat?

“Sedang apa kau di sini? Kita di mana?”

Kadir menatapku. Tiba-tiba aku menggigil melihat sorot matanya. Itu sorot mata yang tak biasa. Dingin, mencekam. Aku menyentuh tangannya dan tersengat mendapati dinginnya es terasa di kulit itu.

Seperti terhipnotis, mataku tak mau berpaling dari wajahnya. Namun tiba-tiba sesuatu yaang merah meleleh dari setiap lubang di wajahnya. Darah! tanpa sadar aku mundur, namun kakiku tak mau diajak bergerak. Bahkan mataku tak mau kupaksa berpaling. Bahkan ketika tiba-tiba leher Kadir rengkah! Seolah patah dan kepalanya tergantung-gantung di sisi bahunya.

Aku menjerit!

Tiba-tiba saja aku terbangun dengan peluh membanjir di seluruh pori-pori. Hanya mimpi. Syukurlah. Namun ingatan akan mimpi itu membuatku segera berlari menuju rumah Pak RT. Tak peduli malam masih pekat. Bahkan azan subuh belum lagi berkumandang.

Pak RT yang membukakan pintu dengan raut terkejut ku ajak segera menuju kamar Kadir. Perasaanku benar-benar tak enak. Apalagi ketika Kadir tak juga menjawab ketukan di pintu. Pak RT yang ikut cemas memutuskan untuk mendobraknya.

“Kadir!”

Suara jeritan serempak memecahkan suasana subuh buta. Sesosok tubuh tergantung-gantung di langit-langit.

Kadir.

***
Hawa dingin merasuk ke tulang sendi. Suasana sunyi senyap merambah di lereng Gunung Kidul. Petang menjelma. Orang-orang telah kembali ke kediaman masing-masing. Aroma mistik kental terasa. Hari ini, masyarakat di desa Gunungkidul telah selesai melarungkan sesajen ke laut. Untuk menolak bala ujar Pak Kepala Desa ketika ku beranikan untuk bertanya. Budaya kejawen masih melekat kuat dipegang teguh masyarakatnya.

Kembali aku berjibaku dengan draft laporan KKN-ku. Mau tidak mau aku harus bisa mempelajari tradisi masyarakat tempatku mengabdi selama KKN.

“Le, cepat diminum kopinya, keburu dingin.” Suara bu Saudah pemilik rumah tempat aku sementara tinggal terdengar jelas menembus dinding kamarku.

“Iya bu, sebentar lagi.”

Segera aku membereskan draft laporanku dan bergegas ke ruang tamu.
Keluarga bu Saudah tergolong keluarga yang berekonomi rendah. Tetapi begitu baik dan ramah. Tak pernah bu Saudah menampakkan kesusahannya pada kami, anak-anak KKN yang menumpang tinggal 3 bulan di rumahnya.

Rumah berdinding papan berbentuk persegi panjang dengan satu ruang tamu dan ruang keluarga yang disekat menggunakan lemari kayu buatan suami bu Saudah sendiri. Dengan tiga kamar tidur berukuran sangat sempit yang terletak bersebelahan. Hanya beralaskan tikar tanpa dipan apalagi kasur. Begitu pun dapur yang terletak di belakang. Dindingnya terbuat dari anyaman geribik dan beralaskan tanah. Perabotan rumah tangga yang sudah begitu usang tertata rapi di lemari kayu yang diletakkan di pojok dapur.

Aku hanya bisa tersenyum perih. Membayangkan jika aku yang harus hidup seperti ini. Mungkin aku tidak akan sanggup. Kehidupan yang serba ada selama di rumah membuatku kini menjadi bersyukur dengan anugrah yang diberikan Allah SWT padaku. Tapi aku juga salut dengan keluarga 5 orang anak ini. Begitu sabar menjalani hari-hari penuh ketiadaan.

**

Minggu pagi yang cerah. Hari ini aku bersama ke sebelas teman sesama mahasiswa KKN bergumul bersama warga. Kami melaksanakan kerja bakti. Agenda mingguan yang diwajibkan oleh pamong desa kepada warganya.

“Dir, gimana tinggal di rumah Pak RT?” tanyaku sambil mengerlingkan mata genit pada Kadir sahabatku.

“Ah biasa saja, anak gadisnya Pak RT pendiam sekali. Tak adalah waktu aku bisa mengajaknya mengobrol” cerita Kadir dengan aksen Maduranya yang kental.
“Kalau kau bawakan sate dari Madura mungkin dia klepek klepek ama kamu Dir, hahaha”

“Hahaha, bisa saja kamu Rif rif.”
Begitulah kami berdua, kawan akrab dimanapun berada. Dan aku bersyukur dapat satu tempat KKN bersama dengan Kadir, sahabatku asli Madura yang diterima PBUD di Fakultas Peternakan UGM. Jauh lebih beruntung dariku yang diterima di UGM melalui jalur SNMPTN.

Di desa Gunungkidul gotong royong masih menjadi budaya. Kearifan lokal yang masih terjaga.

Tiga hari lagi tempat Pak Wiryo - carik desa Gunung Kidul akan menggelar resepsi pernikahan puteri sulungnya. Warga berbondong-bondong ke sana membantu segala aktifitas di sana. Biasanya mereka menyebutnya rewang1 . Tua muda semua berbaur menjadi satu. Sembari mengaduk jenang2 para perewang3 mengobrol ngalor ngidul sembari sesekali berkelakar. Suasana yang begitu akrab terekam dalam memoriku.

Tak sengaja aku mendengar pembicaraan para perewang yang tiba-tiba membuatku bergidik. Sebulan yang lalu, Inah gadis belia dua belas tahun tewas gantung diri. Kasak-kusuk yang beredar karena rumah Inah kejatuhan berupa cahaya bola api berwarna merah api—lebih kecil daripada bolah voli. Masyarakat menyebutnya pulung gantung. Masyarakat Gunungkidul meyakini jika pulung gantung jatuh ke suatu rumah, tak lama lagi salah seorang penghuninya bakal mati. Hingga kini mitos pulung gantung masih mengakar kuat dalam kepercayaan warga Gunungkidul—sebuah kabupaten yang terletak di sebelah selatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pikiranku menjadi berkecamuk. Antara takut, ngeri dan tak mau mempercayai mitos
tersebut. Tapi sayang, aku susah untuk menepis rasa galauku. Aku dibayang-bayangi rasa takut yang teramat sangat. Terlebih jatahku untuk KKN di Gunungkidul masih lama. Aku tak mau mati sia-sia di sini. Berharap KKN segera berakhir dan aku bisa segera kembali ke rumah.

**

Di rumah Pak RT, aku melihat Kadir nampak begitu depresi. Dibacanya berkali-kali pesan singkat dari adik bungsunya yang sempat ditunjukkannya padaku 3 minggu lalu.

“Amma4 dan Ina5 sekarang resmi bercerai Kak. Aku benar-benar bingung sekarang. Tak ada kakak aku seperti sebatang kara Kak. Rasanya aku ingin mati saja”
Kadir menghela nafas panjang. Semenjak perusahaan tekstil milik orangtuanya di Madura mengalami gulung tikar, Ayah dan Ibu Kadir acapkali bertengkar. Meskipun Kadir hanya mendengar cerita pertengkaran orang tuanya dari Sulis adik semata wayangnya melalui sambungan telepon, namun rasa sedih dan geram menjalari dirinya. Pikirannya tertuju pada Sulis, yang kini baru kelas empat SD. Menjadi korban dari ketamakan kedua orangtuanya.

Ancaman Sulis tidak main–main. Kini adik semata wayangnya telah benar-benar tiada. Tepatnya sehari setelah Sulis terakhir mengirim sms tersebut, dia nekat menegak sebotol racun tikus. Sebetulnya ada Mbok Minah menjaga Sulis di rumah. Namun sayang, saat mbok Minah– pembantu yang dulu dipekerjakan di rumah Kadir hendak mengantarkan sarapan pagi ke kamar Sulis, keadaan Sulis sudah tak bernyawa. Nadinya sudah tak berdenyut, mulutnya berbusa dan berbau tidak enak. Ditangannya tergenggam foto keluarga lengkap Ayah, Ibu, Sulis dan Kadir.

Kadir semakin geram dengan kedua orang tuanya. Upacara pemakaman adiknya pun mereka tak hadir. Keduanya tengah kesetanan mendulang harta di luar kota sejak perceraian mereka resmi disyahkan pengadilan agama. Bahkan Sulis harus rela tinggal bersama mbok Minah – pembantu yang setia merawatnya sedari kecil.

**

Pukul 21.00 malam, suara Sinden melengking-lengking menyanyikan lagu-lagu campur sari. Gunungkidul merupakan daerah yang lekat dengan sebuah kesenian yang memiliki nilai jual tinggi, yakni campursari. Agenda mantu6 di rumah Pak Wiryo begitu semarak. Hingga malam hari ini semakin banyak warga yang hadir – tidak hanya untuk mbecek7 , namun juga untuk menyaksikan pertunjukkan campursari.
Pukul 23.00 malam banyak warga sudah kelelahan. Mereka segera kembali menuju rumah masing-masing. Di tengah perjalanan beberapa warga yang melintasi rumah pak RT berubah panik dan ketakutan. Dilihatnya cahaya hijau kemerah-merahan seperti meteor yang jatuh ke bumi, berwarna merah menyala, terang menyilaukan. Cahaya itu muncul dan jatuh tepat di rumah Pak RT. Cahaya itu makin membesar dan jatuh menghilang. Pertanda cahaya maut akan menjemput salah satu penghuni rumah Pak RT.

**

Suasana duka meliputi segenap warga dan juga rombongan KKN yang datang melayat. Perwakilan civitas akademika fakultas juga hadir melayat. Tiada yang tahu persis hal ihwal mengapa Kadir memutuskan gantung diri. Masyarakat sangat percaya ini karena penyebab cahaya maut pulung gantung yang semalam jatuh di rumah Pak RT.

Aku sendiri tetap menyimpan mimpi burukku dalam ingatan. Mimpi buruk tentang Kadir di malam peristiwa itu terjadi. Apakah itu firasat? Atau mungkinkah ia ingin menyampaikan sesuatu? Sampai saat ini aku masih bertanya-tanya apa yang menyebabkan dia bunuh diri. Apakah karena depresi akibat prahara yang menimpa keluarganya? atau memang benar akibat pulung gantung seperti yang selama ini dipercayai masyarakat.

Ini malam terakhir sebelum rombongan KKN kembali. Aku masih termangu menatapi kelam malam dari balik jendela. Besok rombongan kami kurang satu. Berkurang dengan cara yang sungguh menyakitkan.

Suara kemerosok di sudut halaman menarik perhatianku. Aku mengerjabkan mata. Tiba-tiba sesosok tubuh muncul, menghampiriku. Aku terpana menatapnya. Masih tak percaya pada penglihatanku sendiri. Ketika kemudian tiba-tiba cairan merah keluar dari setiap lubang di wajah itu, kakiku masih tak mau kuajak beranjak meski rasa takut yang sangat menguasai jiwa. Sosok itu semakin dekat, tersenyum sedih namun justru tampak menyeramkan di mataku.

Kadir!


Footnote:
1 Tradisi penduduk saling membantu jika ada yang sedang menggelar hajatan
2Makanan khas Jawa, biasanya selalu ada setiap menggelar acara besar. Makanannya lunak berwarna cokelat. Hampir seperti dodol.
3Orang yang ikut membantu rewang
4ayah bahasa Madura,
5Ibu bahasa Madura
6Hajatan pernikahan
7. Menghadiri undangan pernikahan

0 comments:

Post a Comment

Tinggalkan jejak ya setelah berkunjung :)

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons