(Bukan) Sekedar Menjadi Guru
~Tri Lego Indah F N~
Aku bangga menjadi guru. Meskipun kini statusku masih sebagai guru panggilan (guru les), aku tetap bangga menyandang status sebagai guru. Kendati status resmiku kini masih sebagai mahasiswa pendidikan, namun aku bangga telah memilih untuk menjadi guru.
Sangat miris rasanya, saat saya menginjak usia semester pertama di bangku perkuliahan sebagai mahasiswa fakultas pendidikan. Ketika berada di kantin misalnya, bertemu dengan orang baru dan terlibat dalam obrolan santai sekedar say hello. Ketika ditanyakan dari fakultas mana, maka dengan teramat lirih sahabat saya akan menjawab “fkip”. Bagi saya, menjadi mahasiswa FKIP bukanlah hal memalukan yang mesti ditutup-tutupi. Justru ketika memutuskan untuk menjatuhkan pilihan menjadi guru adalah hal yang patut diacungi jempol.
Pada dasarnya, guru selalu dibutuhkan dimanapun tempatnya. Tanpa guru tidak akan ada dokter, pengacara dan yang lainnya. Untuk menjadi dokter misalnya maka sangat perlu sekolah terlebih dahulu, tentunya dengan dosen di fakultas kedokteran.
Dosenpun tak akan ada ketika beliau tidak sekolah terlebih dahulu. Dan takjubnya yang mengajar para dosen lagi-lagi adalah guru!. Ini hanya contoh sederhana kawan. Banyak diantara kita hanya bangga dengan produk, bukan proses. Berterimakasihlah kepada para guru yang membuat kita sukses kini. Berkat ketelatenan dan ketekunannya, lahirlah para dokter profesional kini.
Sedikit berbagi pengalaman, mungkin karena dilatarbelakangi orang tua dengan basic guru sekolah dasar, maka sayapun mengaliri darah mereka. Semenjak sekolah dasar saya sudah terbiasa menjadi tutor sebaya di kelas. Mulai kelas 4 SD hingga kelas 6 SD. Dan itupun berlanjut hingga saya menginjak bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Tak hanya teman-teman di kelas, namun para tetanggapun rela menitipkan anak-anaknya untuk mengikuti pelajaran di rumah kami. Dengan senang hatipun saya menerima kehadiran mereka. Rasanya sangat nikmat ketika kehadiran kita mendatangkan manfaat untuk orang lain. Terlebih para orang tua yang menitipkan anaknya untuk belajar bersama saya adalah anak dari desa tetangga yang jaraknya cukup jauh, rela untuk datang sekadar belajar bersama saya. Rasanya sangat bangga ketika sang “anak didik” esok harinya melaporkan bahwa tugasnya mendapat nilai terbaik dari gurunya di kelas. Sungguh, teramat bahagia mendengar celoteh mereka ketika sesi tanya jawab sudah dimulai. Begitupun ketika doorprise selembar dua lembar rupiah saya keluarkan untuk reward bagi mereka yang mampu menjawab pertanyaan dari saya. Mereka begitu antusias. Rasanya, segala ganjalan di hati, akan hilang seketika melihat senyum mereka merekah.
Bagiku, menjadi guru tak sekadar memberi teori semacam rumus fisika maupun matematika. Bukan pula sekedar menghafal nama ilmiah tumbuhan paku maupun nomor massa dan nomor atom pada tabel periodik unsur. Tidak hanya itu. Menjadi guru, maka kita harus mampu untuk menjadi sosok pendidik yang bisa dijadikan teladan bagi para anak didik. Dalam hal ini maka guru harus menjadi panutan, idola bagi anak didiknya, memiliki standar kualitas pribadi, berwibawa, mandiri dan disiplin.
Guru juga tak boleh menjudge para murid jika mereka melakukan kesalahan. Mungkin inilah kesalahan para generasi tempo dulu, menjadikan kualitas pendidikan kita menjadi terpuruk dewasa ini. Sistem belajar konvensional dengan metode guru berceramah membuat siswa hanya duduk diam dan nrimo apapun yang diberikan oleh guru, tanpa ada sesuatu yang melekat di otak mereka. Pun mereka menjadi takut untuk bertanya, karena sudah dijudge murid bodoh, jika menanyakan hal yang terkesan sepele. Padahal sejatinya, pertanyaan polos itulah awal mula kekritisan murid didik mulai terlihat. Ini menjadi tugas kita bersama yang masih ingin agar anak bangsa ke depan bisa terselamatkan.
Mengingat betapa krusialnya peran sebagai guru maka kita tidak boleh main-main dengan hal ini. Bahkan dosen sayapun pernah membagi cerita bahwa akibat penanaman konsep suatu mata pelajaran yang salah, karena kekurangpahaman sang guru menelaah konsep tersebut, maka yang akan dirugikan adalah generasi-generasi sesudahnya. Dan generasi itu adalah saya dan kawan-kawan generasi sekarang. Produk dari kesalahan generasi kebelakang yang salah menelaah dan menyampaikan konsep. Tentu hal ini, tak boleh lagi terjadi di generasi ke depan. Karena perlahan, metode belajar konvensional sudah mulai tergeser keberadaannya dengan metode belajar lainnya semisal inquiri. Dengan metode baru ini, maka anak didik akan dibiasakan untuk menemukan sendiri konsep dari pelajaran yang akan diajarkan oleh guru. Siswa akan terus dieksplore hingga mampu menemukan dan merumuskan konsep itu sendiri. Semisal pada materi cermin datar. Maka, untuk mengetahui jumlah bayangan dan ruang bayangan siswa tidak serta merta diberikan dengan mudahnya rumus n=360o/a-1 seperti generasi saya saat berada di SMP dahulu, namun melalui metode inquiry ini siswa diarahkan untuk bereksperimen langsung hingga memperoleh rumus tersebut. Sehingga, pemahaman konsep siswa akan lebih tahan lama mengingat mereka melakukan proses mencari sendiri.
(Bukan) Sekedar Menjadi Guru judul yang sengaja saya pilih mewakili keresahan saja sebagai calon guru dan sebagai anak didik selaku mahasiswa pendidikan. Harapan saya juga harapan kita semua tentunya kita harus mampu memposisikan peran kita sebagai guru. Bahwa gembar gembor kenaikan gaji bagi guru yang telah tersertifikasi lantas membuat para guru lalai dengan tugas utamananya untuk mendidik para anak didik.
Guru yang notabene adalah orang tua kedua anak didik setelah orang tua di rumah, tentunya harus memiliki rasa kasih sayang kepada para anak didik. Mampu untuk menjadi teman mencurahkan perasaan anak didik, mampu menjadi fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan kepada anak didik dengan memberikan layanan sesuai minat dan bakat anak didik, memupuk rasa percaya diri anak didik dan mampu mengembangkan kreativitas anak didik agar tidak stagnan (jalan di tempat).
Bagiku guru adalah elen vital bagi kemajuan negeri ini untuk mendidik para pemimpin masa depan yang mumpuni dan mempunyai loyalitas dan kapabilitas tinggi untuk majunya bangsa ini. Jika para pendidik saja sudah tidak peduli lalu siapa lagi yang akan menjamin negeri akan menjadi negara terdidik? Jawabannya ada pada kita yang masih punya nurani untuk memperbaiki negeri ini. Maka, mulai dari sekarang mulailah untuk (Bukan) Sekedar Menjadi Guru. Tetapi berusaha menjadi guru yang memfungsikan perannya sebagai guru. Yaitu mendidik, mengajar, melatih, menjadi teladan, menjadi tempat berbagi, menjadi inovator, mediator dan fasilitator bagi peserta didik.
Berikut 15 alasan mengapa aku memilih menjadi guru:
1. Menyukai dunia pendidikan.
2. Panggilan jiwa untuk bisa berbagi ilmu.
3. Melatih bersifat “peka” terhadap anak didik.
4. Sumber kedamaian ketika diri kita mempunyai manfaat bagi orang lain.
5. Bisa menjadi sahabat bagi anak didik.
6. Melatih kesabaran.
7. Bisa lebih akrab dengan masyarakat (mudah sarana sosialisasinya).
8. Jam kerja yang tidak terlalu berat (mengingat peran sebagai wanita, kelak jika menjadi guru tetap).
9. Peran krusial guru sebagai elen vital pencetak generasi pemimpin massa depan yang mempunyai kredibilitas tinggi, loyalitas dan berakhlakul karimah.
10. Proses pengaktualisasian diri.
11. Menjadi seorang guru sungguh profesi yang amat mulia, sebab tanpa adanya guru, maka generasi kita akan terbelakang secara keilmuan, teknologi, hingga kreativitas.
12. semakin ilmu itu disalurkan maka akan semakin bertambah ilmu kita
13. simpanan pahala kelak di akhirat (ketika satu ilmu kita ajarkan kepada satu generasi, generasi tersebut menjadi pendidik, dan seterusnya, maka amal itu amakn terus mengalir ke kita, insyaallah)
14. Berusaha mampu memahami beragam karakter yang ada di kelas. Karena di lingkunganpun juga terjadi banyak karakter berbeda. Anak didik menjadi media belajar untuk memahami karakter.
15. Sebagai ladang amal dan ladang dakwah mengingat fungsi guru yang cukup mempunyai peran di hati anak didik. Kedekatan guru dengan murid akan mempermudah untuk menyampaikan dakwah kepada object dakwah yaitu siswa itu sendiri.
Dan tips dari saya untuk menjadi guru teladan diantaranya:
1. Berdisiplin diri, (berangkat tepat waktu)
2. Mempersiapkan materi yang akan disampaikan dengan sebaik-baiknya.
3. Care dengan anak didik (tidak ada gap dengan anak didik, namun juga jangan terlalu membuat murid tidak sopan/ngelunjak dengan kita)
4. Sering memberi perhatian kepada anak didik
5. Berpenampilan rapi
6. Senantiasa menerima jika diberi kritikan
7. Tak bosan untuk senantiasa belajar
8. Perbuatannya selalu bisa digugu dan ditiru oleh anak didik.
9. Melakukan segala aktivitas ikhlas hanya mengharap ridho Allah SWT
Demikian pengalaman sekaligus berbagi keresahan saya dengan sahabat sekalian. Semoga dapat dipetik hikmahnya, dan mulai sekarang yuk mulai berbenah untuk (Bukan) Sekedar Menjadi Guru ! tapi menjadi guru seutuhnya, sesuai dengan peran yang diemban sebenarnya.
Semoga Bermanfaat
Bandar Lampung, 30 April 2011
Pukul 16:06
0 comments:
Post a Comment
Tinggalkan jejak ya setelah berkunjung :)